Dalam perjalanan sejarah komunitas Kristen Mojowarno tak luput dari pergumulan. Satu persatu tantangan hadir dan selalu diselesaikan beriringan dengan dinamika jaman yang juga selalu berubah. Hal itu mulai semenjak era pembukaan hutan, perkembangan membangun komunitas umat Kristen, sampai menjadi jemaat dewasa pada tahun 1923. Perjalanan kehidupan mereka meninggalkan bekas jejak dan karya besar yang dapat dilihat sampai saat ini.
Karya itu tumbuh dari benih pemikiran dan pergumulan iman yang panjang. Beberapa buah karya diwujud-nyatakan dalam kebersamaan berupa bangunan-bangunan yang bermakna, maupun tatanan hidup berjemaat dan bergereja. Salah satu karya itu seperti dalam penataan upacara-upacara di bidang pertanian. Hal ini karena komunitas Mojowarno hidup dalam masyarakat dan kebudayaan agraris.
Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) adalah gereja yang hanya ada di Jawa Timur. Gereja ini berasal dari masyarakat pedesaan Kristen kemudian berkembang ke beberapa pedesaan dan perkotaan di Jawa Timur. Perkembangan gerejapun tidak terlepas dari pola pembentukan komunitas Kristen mula-mula seperti desa-desa Kristen di wilayah hutan Kracil distrik Japan ( sebutan untuk Mojokerto saat itu dan sekarang kecamatan Mojowarno, Jombang ) pada awal abad 19 lalu.
Desa-desa baru itu dibentuk dengan cara membuka hutan, mengelola tanah menjadi lahan pertanian, bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membentuk masyarakat baru. Mereka yang membuka hutan adalah pribumi yang sebelumnya telah mengenal Kristus dari Ngoro, Sidoarjo maupun Surabaya. Kebanyakan dari mereka mempunyai kekerabatan atau pertemanan. Karena latar belakang mereka berasal dari desa-desa pertanian, maka tidak mengherankan jika budaya masyarakat agraris, budaya kekerabatan dan iman Kristen menyatu. Nilai-nilai ini membaur menjadi satu membentuk pola budaya masyarakat yang unik.
Riyaya Undhuh- undhuh adalah hari raya persembahan yang berasal dan tumbuh dari kelompok Kristen ini. Hari raya ini tumbuh menjadi tradisi sekitar tahun 1930, setelah Jemaat Mojowarno menyatakan diri menjadi Jemaat dewasa pada tahun 1923. Kebiasaan ini dinilai baik untuk mendukung kemandirian jemaat lalu menular ke jemaat sekitarnya.
(Tim Pencatat Sejarah GKJW Mojowarno, 2011)
BACA SELANJUTNYA SILAHKAN KLIK..!! ⇒