APHB atau APHW

4 05 2010

PEMBAGIAN HAK MENGGUNAKAN APHB ATAU APHW

Ada seorang ibu yang mempunyai 3 (tiga) orang anak kandung: A, B dan C. Sertipikat Hak Atas Tanah tertulis atas nama suaminya yang sudah meninggal dunia. Atas kesepakatan bersama, mereka hendak menyerahkan hak atas tanah dimaksud kepada ibu tersebut. Pertanyaannya, akta apa yang harus dibuat, Akta Pembagian Hak Barsama (APHB = akta PPAT), ataukah Akta Pembagian Harta Warisan (APHW = akta Notaris)..?Selama ini, di beberapa Kantor Pertanahan minta agar dibuat APHB, jika dibuat APHW maka resikonya akta tersebut akan ditolak.

Untuk menjawab ini, mari kita melihat Pasal 111 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) PerMenAg/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997, yaitu sebagai berikut :

(3)    Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan oleh semua ahli waris dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris.

(4)    Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada pembagian warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

(5)    Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, maka pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut.

Sementara itu, ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas, berbunyi sebagai berikut :

(1)    Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama didaftar berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut.

Dengan demikian, Pasal 111 ayat (4) PerMenAg/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997, merujuk kepada pembuatan APHB yang dibuat PPAT (akta PPAT) apabila dikemudian hari terjadi pembagian hak. Pengertian ayat (4) tersebut, bahwa oleh karena terjadi ‘peristiwa hukum’ akibat meninggalnya ‘Pewaris’ sebagai pemegang hak atas tanah, maka sertipikat hak atas tanah dibalik-nama ke atas nama para ahli waris (misalnya atas dasar Surat Keterangan Ahli Waris). Setelah sertipikat hak atas tanah tertulis atas nama para ahli waris, lalu di kemudian hari terjadi pembagian hak, maka dibuatlah APHB (perhatikan penekanan kalimat “…dan pembagian hak selanjutnya dapat dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997”). Pasal 51 PP 24/1997 itu berbicara tentang APHB. Maka pembagian hak selanjutnya itu baru dilakukan dengan pembuatan APHB.

Sedangkan ayat (5) merujuk kepada APHW yang dibuat Notaris (akta notariil). Pengertiannya, bahwa jika sertipikat hak atas tanah masih tertulis atas nama ‘Pewaris’ yang telah meninggal dunia, tetapi para ahli waris sepakat melakukan pembagian hak, maka yang harus dibuat adalah APHW, bukan APHB.

Jadi logika hukumnya adalah :

1.    Apabila sertipikat hak atas tanah masih tertulis atas nama ‘Pewaris”, tetapi para ahli waris sepakat menyerahkan hak bagiannya kepada salah seorang penerima warisan, maka harus dibuat Akta Pembagian Harta Warisan (APHW).

2.    Apabila sertipikat hak atas tanah sudah tertulis atas nama para ahli waris, tetapi selanjutnya di antara mereka sepakat menyerahkan hak bagiannya kepada salah seorang atau lebih, maka harus dibuat Akta Pembagian Hak Bersama (APHB).

Jawaban atas kasus seorang ibu dan tiga anaknya di atas, seharusnya dibuat APHW, bukan APHB.

Menurut informasi, APHW sudah dapat diterima dan diproses oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya. Nah, bagaimana dengan Kantor Pertanahan yang lainnya..? Semoga saja dapat dilaksanakan, karena toh PP 24/1997 dan PerMenAg/Ka.BPN No. 3/1997 notabene adalah peraturannya BPN…

denbagusRasjid


Aksi

Information

29 responses

25 11 2012
evha

Mohon infonya, apakah dimungkinkan dilakukan penjualan sebagian sertifikat tanah yang diperoleh dari waris oleh salah satu penerima waris tanpa terlebih dahulu dilakukan balik nama ke masing – masing ahli waris dan dilakukan pemecahan ke masing – masing ahli waris tersebut?
Cth kasus :
– Si A dan B menerima warisan 1 sertifikat tanah a.n bapak/ibunya (tidak diketahui apakah sertifikat tersebut a.n bapak/ibu namun keduanya sudah meninggal) dan sertifikat tersebut masih belum dibalik nama serta dipecah ke a.n masing – masing ahli waris
– Saat ini si A berniat untuk menjual haknya atas sertifikat tersebut (1/5 dari luas tanah)
– Untuk melakukan hal tersebut apakah perlu dilakukan balik nama ke masing – masing ahli waris kemudian dilakukan pemecahan ke masing – masing ahli waris tersebut baru dilakukan transaksi jual beli antara si A dan pembeli (cara 1) atau dapat langsung dilakukan balik nama ke si B dan pembeli dan langsung dilakukan pemecahan ke si B dan pembeli, karena katanya dapat menghemat biaya dan pajak yang mungkin timbul (cara 2).
– Cara manakah yang betul? Apabila cara 1 yang betul maka langkah – langkah apa sajakah yang perlu dilakukan dan biaya serta pajak apakah yang mungkin timbul? Namun apabila cara 2 juga dapat dilakukan (guna menghemat biaya) maka langkah – langkah apa sajakah yang perlu dilakukan dan biaya serta pajak apakah yang mungkin timbul? Atau mungkin ada cara lain yang lebih tepat yang dapat menghemat biaya biaya serta pajak yang timbul?

Atas bantuannya saya ucapkan terima kasih.

30 03 2013
denbagusrasjid

Untuk saat ini, di beberapa daerah sudah tidak bisa dilakukan jual beli sebagian, dan seperti yang saya katakan di atas, hampir semua Kantor Pertanahan belum bisa menerima APHW (Akta Pembagian Harta Warisan). Jadi untuk kasus yang Anda ceritakan, kedua cara yang Anda ajukan sama2 tidak bisa dijalankan. Yang benar adalah, Sertipikat harus dibaliknama ke atas nama ahli waris (A dan B). Setelah sertipikat jadi a/n A+B, langkah selanjutnya mengajukan pemecahan (luas masing2 tergantung si A+B). Sertipikat hasil pemecahan itu pun masih a/n A+B (bukan a/n masing2). Misalnya luas seluruhnya 500 M2. Dipecah menjadi 2 bagian, masing2 dng luas 200 M2 dan 300 M2. Kedua Sertipikat hasil pemecahan itu masih a/n A+B. Nah sekarang misalnya yang mau dijual yang luasnya 200 M2, maka Penjualnya adalah A+B dan Pembelinya adalah C.
Kalau mau dijadikan a/n masing2, misal yg luasnya 200 M2 mau diatasnamakan A, dan yang luas 300 M2 diatasnamakan B, maka setelah pemecahan selesai, masing2 membuat Akta Pembagian Hak Bersama (APHB). Sehingga nantinya Sertipikat I akan muncul a/n A, dan Sertipikat II akan muncul a/n B.
Sekian semoga bermanfaat…

6 08 2012
nita

Sebuah rumah dibeli dengan cara :
1) Bapak urun sebagian-50% dari harga rumah, dan
2) Anak lelakinya (X) yang telah menikah, 50% bagian lainnya diangsur X
lewat cara KPR
Sertipikat atas nama X. Bapaknya berkeinginan , apabila di masa mendatang terjadi apa-apa(beliaunya meninggal dsb),ingin agar rumah tersebut nantinya bisa ditinggali pula oleh ibu dan saudara-saudara X lainnya. Apabila dijual juga hartanya bisa dibagi 50% unt X dan istri, %0% lainnya untuk ibu dan saudaranya. Akta atau surat dibawah tangan yang cocok apakah?

27 09 2012
denbagusrasjid

Masalah yang Anda uraikan tersebut, perlu kerelaan si X untuk beritikad baik… Mengapa demikian? Karena hitam di atas putih, yaitu Sertipikat hak atas tanah tertulis atas nama X. Kalau misalnya dijual, maka perlu persetujuan istri si X. Boleh tidaknya Ibu dan saudara2 si X tinggal di rumah itu, atau minta pembagian 50 % untuk Ibu dan saudara2 si X, itu benar-benar diperlukan itikad baik dari si X.
Masalah perjanjian di atara mereka, buat saja Surat Pernyataan di bawah tangan yang ditandatangani oleh X, lalu istri X juga tandatangan untuk Mengetahui dan Menyetujui. Ibu dan saudara2 si X ikut tandatangan pula sebagai Saksi. Kemudian surat tersebut dapat di Waarmerken atau di Legalisasi oleh Notaris. Kalau di Waarmerken, surat tersebut dapat ditandatangani di rumah lalu dibawa ke kantor Notaris. Tetapi kalau di Legalisasi, para pihak harus menghadap ke Notaris dan surat tersebut ditandatangani di hadapan Notaris setelah dibacakan oleh Notaris.
Untuk lebih jelasnya, lebih baik datang ke kantor Notaris dan menjelaskan persoalan tersebut.

31 07 2012
Roby

mau tanya, saya sudah byk baca tapi masih ada yang belum paham, begini:
Ibu saya meniggal tahun 2006, Ayah saya meninggal tahun 2010. Meninggalkan 4 bidang tanah berbeda dengan sertifikat SHM atas nama Ayah. kami 4 bersaudara sudah punya surat keterangan waris. berdasarkan kesepakatan, kami sudah menentukan bahwa setiap sebuah tanah akan dimiliki satu diantara kami, jadi nantinya kami berempat masing-masing dapat 1 bidang tanah, tanpa mempedulikan ukuran. setelah saya pelajari, prosesnya seperti ini, mohon konfirmasinya, bila ada yang salah tolong dikoreksi:

1. setiap bidang tanah dibalik nama atas nama kami berempat, anggap saja kami adalah A, B, C, D. dari sini muncul BPHTB waris, dengan rumus 5 % x (NPOP – NPOPTKP) x 50 % untuk setiap tanah.
benarkah seperti ini?…

2. setiap bidang tanah dibuatkan APHB, karena setiap tanah dimiliki 4 orang dan akan diberikan masing-masing ke 1 orang berbeda, maka akan ada 3 APHB untuk setiap tanah, yaitu tanah pertama (utk si A) : aphb B menyerahkan ke A, aphb C menyerahkan ke A, dan APHB D menyerahkan ke A. tanah kedua (utk si B) : aphb A menyerahkan ke B, aphb C menyerahkan ke B, dan aphb D menyerahkan B. dst untuk tanah ketiga dan keempat.
dari sini muncul BPHTB APHB utk setiap tanah, dgn rumus 5% x (3/4 x NPOP – NPOPTKP).
3/4 muncul karena untuk setiap tanah 1 orang mendapat dari 3 orang lainya.
benarkah seperti ini?…

3. yang saya masih belum tau juga, apakah ada PPH atas peralihan hak dari 3 orang ke 1 orang?… kalau ada bagaimana rumusnya?…

mohon penjelasannya ya, terima kasih.

27 09 2012
denbagusrasjid

1. Benar, setiap bidang tanah dibalik nama ke atas nama ahli waris (A, B, C, D). Namun mengenai perhitungan BPHTB Waris, sejak terbitnya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mulai Pasal 85 s/d Pasal 93 yang mengatur tentang BPHTB, tidak ada lagi pengurangan 50 %. Namun UU tersebut memberi kewenangan kepada Perda untuk mengaturnya. Jadi Anda perlu memperhatikan Perda setempat, ada tidaknya pengurangan 50 %.
2. Benar, setiap bidang tanah dibuatkan APHB. Jadi APHB si A > B,C,D menyerahkan kepada A. APHB si B > A,C,D menyerahkan kepada B. APHB si C > A,B,D menyerahkan kepada C. APHB si D > A,B,C menyerahkan kepada D.
Benar Rumus BPHTB APHB yang Anda tulis itu.
3. Mengenai PPh APHB, dalam peraturan perundang-undangan tentang PPh tidak diatur dengan tegas. PPh dalam pokok bahasan kita ini adalah Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. Mestinya harus ada Nilai Transaksi. Sementara dalam perbuatan hukum Pembagian Hak Bersama (APHB) tidak ada Nilai Transaksi, maka pertanyaannya: Penghasilan dari mana ? Tidak heran dalam praktek, ada PPAT yang menghitung PPh tersebut ada pula yang tidak.
Tidak tegas diatur, artinya tidak secara ‘eksplisit’ (tersurat). Pasal 1 ayat (2) huruf a PP No. 48 Tahun 1994 yang telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir diubah oleh PP No. 71 Tahun 2008, menentukan : “Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: penjualan, tukar-menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah”.
Pertanyaannya: ‘pembagian hak bersama’ itu ada dimana..? Pembagian hak bersama itu sesungguhnya berdiri sendiri. Pasal 94 ayat (2) Permen Agraria/Ka.BPN No. 3 Tahun 1997, dimana pasal ini membahas tentang perubahan data yuridis, pembagian hak bersama tidak masuk kelompok peralihan hak, namun ia berdiri sendiri pada huruf g.
Tidak secara eksplisit diatur, namun secara implisit (tersirat) ada pada Pasal 1 ayat (2) huruf a PP No. 48/1994 tersebut, yaitu pada kalimat ‘penyerahan hak’. Kalau masuk kelompok ‘perjanjian pemindahan hak’, ini kurang tepat, karena pembagian hak bersama, seperti yang saya katakan di atas, berdiri sendiri, tidak masuk dalam kelompok peralihan/pemindahan hak. Jadi yang tepat adalah masuk kelompok ‘penyerahan hak’. Misal, haknya si A,B,C diserahkan kepada D. Perhitungannya, misal pada kasus di atas adalah = (3/4 x NJOP) x 5 %.
Kalau Pemerintah hendak menerapkan PPh APHB, mestinya harus diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan, sehingga ada kepastian hukumnya. Demikian pula mengenai BPHTB APHB, harus diatur dengan tegas (secara eksplisit/tersurat), bukannya samar-samar!

Sekian semoga bermanfaat…

28 06 2012
Ronald

Apakah ada PPh APHB atau bisa diminta SKB PPh untuk akta APHB? Terimakasih

27 09 2012
denbagusrasjid

Pertanyaan Anda sama dengan pertanyaan Sdr. Roby di atas, mohon dibaca jawaban saya angka 3 di atas. Terimakasih semoga bermanfaat…

14 02 2012
yoga

Mau ikutan nanya nih, jadi kasusnya begini kakek dan nenek saya keduanya sudah meninggal dan meninggalkan 1 buah sertifikat tanah dengan luas sekitar 150 M dengan nilai Rp 400 juta di derah Bandung (kurang jelas apakah sertifikat atas nama kakek atau nenek saya). kakek dan nenek saya tersebut memiliki 2 orang anak (sebut si A dan B) saat ini si A berinisiatif untuk membagi sertifikat tersebut menjadi ke nama masing – masing anaknya dengan pembagian luas 30 M untuk si A dan 120 M untuk si B, sejauh yang saya ketahui maka pertama – tama harus dilakukan balik nama sertifikat dari nama kakek/nenek ke si A dan B kemudian baru dilakukan APHB menjadi 2 sertifikat atas nama si A dan si B (mohon dikoreksi apabila salah).

 

Nah yang ingin saya tanyakan adalah berapa besarnya biaya pajak (BPHTB, APHB, dll) yang mungkin timbul, apakah saat ini masih ada diskon 50% untuk BPHTB, dan apakah apabila si A hanya menerima sebagian kecil dari luas tanah berarti ia tidak terkena BPHTB dan apabila si B tidak memiliki uang apakah dimungkinkan dari 1 sertifikat yang a.n kakek/nenek saya tersebut dipisah menjadi 2 sertifikat (1 a.n si A dan 1 lagi tetap a.n kakek/nenek atau atas nama A dan B). Apabila dapat apakah berarti si B tidak perlu mengeluarkan biaya APHB?

 

Atas bantuan dan perhatiannya saya ucapkan terima kasih

18 02 2012
denbagusrasjid

Karena pemegang hak meninggal dunia, maka sertipikat harus dibalik-nama ke atas nama para ahli waris, berdasarkan Surat Keterangan Waris. Dari cerita yang Anda sampaikan di atas, maka perlu diperhatikan kebijakan Kantor Pertanahan setempat. Oke, saya berusaha menjawab berdasarkan kebijakan yang ada di Kantor Pertanahan di tempat saya. Kasus yang Anda ceritakan tsb, memerlukan 3 Langkah :
Langkah I > Sertipikat harus terlebih dahulu dibalik-nama ke atas nama para ahli waris (yaitu A dan B) berdasarkan Surat Keterangan Waris.
Langkah II > setelah Sertipikat selesai atas nama A dan B, maka dimohonkan pemecahan menjadi 2 bidang: satu bidang dng luas +/- 30 M2 dan bidang yang lain dng luas +/- 120 M2. Ini memerlukan proses pengukuran dan peta bidang. Nantinya Sertipikat akan terbit menjadi 2 Sertipikat, yaitu satu dng luas 30 M2 atas nama A dan B, dan yang satunya lagi juga atas nama A dan B tapi dng luas 120 M2.
Langkah III > Buat APHB, satu APHB si A menyerahkan hak bagiannya kepada B, sehingga B menjadi pemegang tunggal Sertipikat dng luas 120 M2. Dan satu APHB lagi dimana si B yang menyerahkan hak bagiannya kepada A, sehingga A menjadi pemegang tunggal dng luas 30 M2. Jadi memerlukan 2 APHB.
Beberapa waktu yang lalu, proses ini bisa dilakukan sekaligus, jadi tidak perlu dibalik-nama dulu ke atas nama ahli waris, tp ahli waris bisa langsung buat APHB, dan dalam APHB disebutkan si A mendapat luas +/- 30 M2 dan si B mendapat luas +/- 120 M2. Jadi hanya memerlukan satu APHB. Namun sekarang di beberapa Kantor Pertanahan, termasuk di tempat saya, sudah tidak dapat lagi diproses sekaligus, tetapi harus melalui beberapa langkah tersebut di atas. Menurut saya, dengan adanya kebijakan itu, lebih menjamin kepastian hukumnya.
Kemudian, untuk BPHTB, ada dua BPHTB yang dikenakan, yaitu: BPHTB Waris (perolehan hak karena waris), dan BPHTB APHB (perolehan hak karena pembagian hak bersama). Untuk BPHTB Waris, di beberapa daerah, termasuk di tempat saya, sudah tidak ada lagi potongan 50 %, tapi di daerah lainnya, seperti di Kaltim dan DKI berdasarkan Perda ada potongan 50 %. Jadi dlm hal ini Anda perlu konsultasi di Dispenda setempat dan bilamana perlu baca Perdanya.
Kemudian untuk BPHTB APHB, baik si A maupun si B terkena kewajiban membayar BPHTB. Dalam perhitungan BPHTB ada yang namanya Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Masing2 daerah NPOPTKP nya berbeda, tetapi tidak boleh kurang dari 60 juta. Oke, anggap saja NPOPTKP = 60 jt. Maka BPHTB kewajiban si A = (30/150 x 400 jt) – 60 jt x 5 % = 1 jt.
Dan BPHTB kewajiban si B = (120/150 x 400 jt) – 60 jt x 5 % = 13 jt.
Apabila B belum ada biaya, tidak masalah pembuatan APHB ditunda. Namun Sertipikat masih atas nama A dan B. Bahkan apabila perlu, mengingat biaya pemecahan juga tidak sedikit, maka cukup dilakukan Langkah I saja, yaitu Sertipikat dibalik nama ke atas nama A dan B (sebagai ahli waris).
Demikian semoga bermanfaat…..

21 02 2012
yoga

Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih untuk jawabannya yang sudah cukup jelas, namun masih ada beberapa hal yang ingin saya konfirmasikan sbb:

1.         Kapan timbulnya BPHTB waris? Apakah ketika langkah I dilakukan (proses balik nama ke ahli waris A dan B) atau ketika langkah II dilakukan (proses pemecahan serifikat)? Dan bagaimana perhitungan BPHTB Waris apakah sama dengan perhitungan BPHTB APHB?2.         Untuk langkah III apakah dimungkinkan apabila hanya ada 1 APHB (karena keterbatasan biaya si B) yaitu si B menyerahkan hak bagiannya kepada A sehingga si A menjadi pemegang hak tunggal sertifikat dengan luas 30 M2 dan untuk sertifikat dengan luas 120 M2 tetap atas nama A dan B.3.         Apabila nilai NPOPTKP lebih besar dibandingkan nilai bagian tanah si ahli waris, apakah berarti si ahli waris tidak perlu membayar BPHTB APHB (dalah hal ini misal bila nilai NPOPTKPnya sebesar Rp 100 juta sehingga BPHTB APHB kewajiban si A = (30/150 x 400 jt) – 100 jt x 5% = – 1 jt). Apakan nilai NPOPTKP untuk perhitungan BPHTB Waris dan BPHTB APHB sama? 

Terima kasih

25 02 2012
denbagusrasjid

Pembayaran BPHTB Waris adalah pada Langkah I ketika akan diajukan balik nama ke atas nama para ahli waris (A dan B).
Untuk perhitungan BPHTB Waris, NPOPTKP ditentukan sebesar 300 jt. Namun di beberapa kota besar ada yang menentukan 400 jt, 450 jt, dsb. tergantung Perda masing-masing, namun tidak boleh kurang dari 300 jt. Dan berdasarkan Perda di daerah tertentu ada yang menentukan pengurangan 50 %. Oke, anggap saja berdasarkan Perda ada pengurangan 50 %, maka perhitungannya = [ (400 jt – 300 jt) x 5 % ] x 50 % = 2,5 jt.
Untuk pertanyaan No. 2 > bisa saja dibuat APHB satu, dimana B menyerahkan hak bagiannya kepada A, sehingga A menjadi pemegang hak tunggal seluas 30 M2. Jadi nantinya satu sertipikat menjadi atas nama A seluas 30 M2. Sedangkan sertipikat yang satunya seluas 120 M2 tetap masih atas nama A dan B.
Untuk pertanyaan No. 3 > apabila nilai NPOPTKP lebih besar, maka tentunya ya Nihil, alias tidak perlu membayar BPHTB. Namun tetap mengisi blanko SSPD-BPHTB untuk di-validasi di Dispenda setempat dan kemudian (kalo di tempat kami) Lembar ke-5 dilampirkan pada berkas permohonan balik nama waris ke Kantor Pertanahan.
Disarankan Anda ke kantor Notaris terdekat, nanti akan dijelaskan semuanya, termasuk berapa besar NPOPTKP di daerah Anda… Terimakasih…

12 11 2011
maya

minta informasinya dong tentang ujian PPAT tahun 2011. Katanya akan dilaksanakan bulan desember tahun 2011, yang katanya akan dilaksanakan di yogyakarta atau di medan. tq.

16 11 2011
denbagusrasjid

Maaf, lebih baik Anda tanya langsung ke BPN Pusat… Jangan tanya sana-sini, karena nanti jawabannya menyesatkan… Tp ada informasi, bahwa menurut Pengumuman Kepala BPN yang diumumkan di Media Indoneia, hari Sabtu tertanggal 22 Oktober 2011, menyatakan bahwa Ujian PPAT dalam waktu dekat ini belum ditentukan mungkin dalam tahun sekarang tidak ada ujian PPAT.
Sebagai bahan pertimbangan, ada SK KaBPN No. 99/KEP-17.3/III/2011 jo. SK KaBPN No. 103/KEP-17.3/III/2011 yang isinya bahwa telah ditetapkan Formasi PPAT Tahun 2011-2015. Nah, apakah ini berarti sampai tahun 2015 Formasi PPAT sudah ditentukan, sehingga baru ada ujian lagi setelah tahun 2015..?? Atau bisa juga, ujian sekarang tapi pengumumannya setelah tahun 2015..? Untuk itulah, perlu bertanya kepada yg menerbitkan Keputusan tsb, yaitu BPN (Pusat)… Jangan tanya sana-sini…

2 11 2011
Anonim

mau nanya ne, akta apa yang harus dibuat jika kedua orang tuanya sudah meninggal, ahli waris nya ada 3, conto A=mendapat bagian 320 m, B=mendapat 320 m, & C=mendapat 320 m, dan si A mau membuat akta, akta apa yg harus dibuat oleh si A?

3 11 2011
denbagusrasjid

Surat Tanahnya apa? Tanahnya mau dipecah atau tidak? Maaf, hal tsb kurang jelas….
Oke, dalam konteks ini anggap saja suratnya adalah Sertipikat dan tidak dipecah. Karena pemegang hak sdh meninggal, maka A, B dan C bisa memohon Balik Nama Waris. Nantinya sertipikat akan terbit atas nama A, B dan C. Langkah tsb tidak perlu pembuatan akta. Balik Nama ke atas nama Ahli Waris berdasarkan Surat Keterangan Waris. Namun apabila hendak dipecah agar sertipikat bisa atas nama masing2, maka langkahnya sebagai berikut :
1. Dimohonkan balik nama ke atas nama Ahli Waris (A, B, C) berdasarkan Surat Keterangan Waris ;
2. Setelah Sertipikat selesai dan terbit atas nama A, B, C, maka dimohonkan pecah menjadi 3 bagian yg luasnya masing2 +/- 320 M2 ;
3. Setelah proses pada langkah ke 2 selesai, maka akan terbit 3 (tiga) sertipikat baru yang semuanya masih atas nama A, B, C ;
4. Apabila dikehendaki agar Sertipikat dapat atas nama masing2, maka dibuatlah APHB (dalam hal ini ada 3 APHB) ;
5. Setelah proses dan prosedur di atas selesai, maka akan terbit sertipikat atas nama A, atas nama B, dan atas nama C.
Demikian semoga bermanfaat……..

1 11 2011
hamid

nama saya hamid dua bersaudara, mohon dibantu.
orang tua sy mendapat warisan tanah dari kakek dan sudah memiliki akta pembagian harta waris.(APHW) dan belum disertifikat. sehubungan dengan meninggalnya orang tua saya, maka saya dan adik saya ingin agar tanah tersebut disertifikat atas nama saya.

3 11 2011
denbagusrasjid

Ada yg kurang jelas, yg dimaksud APHW itu karena warisan Kakek sehingga APHW adalah pembagian waris Ortu bersaudara, atau APHW itu Anda bersaudara… Ini jelas berbeda, kalau APHW nya adalah Ortu bersaudara, maka yg berhak atas tanah warisan itu adalah Ortu bersaudara. Tapi kalau APHW nya adalah Anda bersaudara, maka ya Anda bersaudara yg berhak…
Oke, anggap saja APHW nya adalah Anda bersaudara… karena seperti yg saya jelaskan di atas, bahwa hampir di semua Kantor Pertanahan belum bisa menerima APHW. Kantor Pertanahan hanya mengakui APHB (Akta Pembagian Hak Bersama). Jadi harus bertanya dulu pada Kantor Pertanahan setempat, apabila bisa menerima APHW, maka APHW tsb bisa dipakai… Nah, karena belum bersertipikat, maka suratnya bisa Petok, Letter C, Girik, atau sejenisnya…, sehingga hrs ada Surat Riwayat Tanah… Anda bisa minta di kantor Kelurahan/Desa, lalu Surat Keterangan Ahli Waris, Surat Pernyataan Penguasaan Bidang Tanah, dll. Formulir2 tsb ada di Kantor Pertanahan… bilang saja kalau Anda perlu formulir untuk Pengakuan Hak.. Semua itu diisi lengkap, lalu didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat… Setelah proses langkah demi langkah dilalui, dan setelah Peta Bidang selesai, maka dibuatlah APHB di PPAT setempat. Kemudian berkas dimasukkan lagi ke Kantor Pertanahan….tunggu sampai Sertipikat atas nama Anda terbit.
Kalau Anda berminat mengurus itu, disarankan datang ke kantor Notaris setempat, nanti akan dijelaskan langkah2nya….termasuk pajak2 dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang harus Anda bayar.

29 09 2011
tedi karya mulyadi

Mau tanya nih, kedua ortu saya sudah meninggal, mempunyai 2 orang anak, A (saya) dan B (adik), trus ortu meninggalkan 2 buah rumah, yang 1 sertifikatnya atas nama almarhum dan yang 1 lagi masih atas nama orang lain, kami sepakat bahwa rumah yang atas nama almarhum menjadi bagian A, pertanyaannya, Akta apakah yang harus saya buat APHB atau APHW agar dikemudian hari tidak menimbulkan masalah dengan B (adik) berhubung sertifikatnya masih atas nama almarhum ? Terima kasih….

29 09 2011
denbagusrasjid

Seperti tulisan saya di atas, apabila Sertipikat masih atas nama ‘Almarhum’ seharusnya dibuat APHW (seperti kasus Anda). Jika Sertipikat sudah atas nama ‘Ahli Waris’ (misal A dan B) maka dibuatlah APHB. Namun masalahnya, hampir di seluruh jajaran Kantor Pertanahan belum bisa menerima APHW, sehingga mau tidak mau kita menuruti mereka yaitu dibuat APHB. Nah, saat ini, di beberapa Kantor Pertanahan proses pendaftaran tanah sudah tidak bisa sekaligus, tetapi harus satu per satu. Contohnya pada kasus Anda, itu ada 2 kali proses balik nama: balik nama ke atas nama ‘Ahli Waris’ (A dan B) dan balik nama ke atas nama ‘A’. Balik nama ke atas nama ‘Ahli Waris’ (A dan B) berdasarkan Keterangan Waris harus diselesaikan dulu. Setelah Sertipikat selesai dan sudah atas nama ‘A dan B’, maka selanjutnya dibuat APHB dimana B menyerahkan hak bagian bersamanya kepada A. Sehingga nantinya Sertipikat atas nama ‘A’.
Saran saya, Anda konsultasi di kantor Notaris setempat, agar bisa mendapat penjelasan lebih lanjut. Demikian semoga bermanfaat….

16 02 2011
wita

ahli waris A, B dan C mendapat warisan sebidang tanah dari ortu’nya dan
berniat menjual harta warisan itu lalu hasil penjualannya dibagi rata.
surat atas tanah tsb masih atas nama Pewaris.
untuk memudahkan kepentingan jual beli tanah tersebut ke pihak ketiga,
apakah dimungkinkan untuk melakukan balik nama surat tanah terlebih dulu
ke salah satu ahli waris (surat tanah dibuat atas nama slh satu ahli
waris) atau tetap harus dibalik nama ke seluruh ahli waris terlebih
dahulu?
karena rencananya memang pembagian harta waris kelak diperoleh dari hasil
penjualan tanah tersebut.

acuan:
Pasal 111 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) PerMenAg/Ka.BPN Nomor 3 Tahun
1997, yaitu sebagai berikut :

(3) Akta mengenai pembagian waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan oleh semua ahli waris
dengan disaksikan oleh 2 orang saksi atau dengan akta notaris.

(4) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan belum ada
pembagian warisan, maka pendaftaran peralihan haknya dilakukan kepada para
ahli waris sebagai pemilikan bersama, dan pembagian hak selanjutnya dapat
dilakukan sesuai ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997.

(5) Apabila ahli waris lebih dari 1 (satu) orang dan pada waktu
pendaftaran peralihan haknya disertai dengan akta pembagian waris yang
memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah
Susun tertentu jatuh kepada 1 (satu) orang penerima warisan, maka
pencatatan peralihan haknya dilakukan kepada penerima warisan yang
bersangkutan berdasarkan akta pembagian waris tersebut.

saya bingung makna dr ketentuan ayat (5), apakah dapat ditempuh untuk
memudahkan proses jual beli tanah / balik nama surat tanah tsb (yaitu ke salah satu ahli waris saja dulu, tanpa menempuh proses balik nama ke semua ahli waris) atau
ayat 5 ini hanya berlaku bila sudah jelas/tegas mengenai pembagian harta
waris yakni ke salah satu ahli waris.
mohon petunjuk apakah memang dimungkinkan demikian, dengan mengingat domisili semua ahli waris yg berjauhan. trims.

16 02 2011
denbagusrasjid

Jual Beli bisa langsung para ahli waris selaku Penjual. Jadi yg tandatangan di Akta Jual Beli (AJB) adalah para ahli waris A, B, dan C langsung selaku Penjual. Hanya nanti proses balik nama di Kantor Pertanahan melalui dua tahapan :
1. Balik Nama ke nama Para Ahli Waris (A, B, dan C) ; dan
2. Balik Nama ke nama Pembeli.
Oleh karena ada 2 kali balik nama, maka biaya balik nama, PNBP, dan pajak2 juga 2 kali. Untuk pajak2nya, yg harus dibayar adalah sbb.:
1. BPHTB karena Waris > ditanggung oleh para ahli waris karena memperoleh hak karena waris (tapi dilihat perhitungannya, seringkali hasilnya NIHIL, apalagi sekarang NPOPTKP karena waris minimal sebesar Rp. 300 jt ;
2. Pajak Penghasilan karena pengalihan hak (SSP) > yg ditanggung oleh para ahli waris selaku Penjual ; dan
3. BPHTB karena Jual-Beli > yg ditanggung oleh Pembeli.
Selain itu, para ahli waris juga harus mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama karena bebas PPh (ini karena Waris…kan tidak mungkin orang yg meninggal bayar PPh). Untuk lebih jelasnya lbh baik bawa berkas2nya ke kantor Notaris…nanti kan akan dijelaskan.
Mengenai Pasal 111 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) PerMenAg/Ka.BPN Nomor 3 Tahun 1997 yg Anda kemukakan di atas, memang itu ada kaitannya dengan warisan…tapi yg dimaksud oleh ayat2 tsb adalah jika hendak dibuatkan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB > akta PPAT) atau Akta Pembagian Harta Warisan (APHW > akta Notaris). Maksud dari ayat2 itu, misalnya ahli waris A, B, dan C telah sepakat bahwa hak atas tanah diserahkan oleh A dan B kepada C, maka dibuatlah APHB atau APHW, sehingga nantinya Sertipikat akan terbit atas nama C. Mengenai Pasal 111 tsb sebenarnya sudah dijelaskan pada tulisan di atas. Coba Anda baca lagi…
Sedangkan kasus yg Anda ceritakan di atas adalah ‘Hasil penjualannya yg dibagi rata (uangnya yg dibagi rata)’.
Mengenai tempat tinggal para ahli waris yg berjauhan, memang merupakan hambatan tapi harus diatasi. Karena jangan sekali-kali mengabaikan satu pun ahli waris, ini akan jadi masalah di kemudian hari. Maka semua ahli waris harus tandatangan… Disarankan lebih baik mereka hadir utk tandatangan AJB. Namun, ada satu jalan keluar apabila beberapa ahli waris tidak dpt hadir untuk tandatangan AJB, misalnya saja A dan B tidak dpt hadir. Maka A dan B diharuskan buat akta Persetujuan dan Kuasa di Notaris yg dekat dng tempat tinggalnya. Di dalam akta Persetujuan dan Kuasa disebutkan penerima kuasanya misalnya si C. Maka nantinya cukup si C yg menghadap ke PPAT dan tandatangan AJB.
Sekian semoga bermanfaat….

16 09 2010
Notaris Pedesaan

itu materi batamnya susah buanget diunduh je…aku sing ora iso ki kayaknya kepiye Denbagus???

22 09 2010
denbagusrasjid

Aduh…emang susah banget kalo di pedesaan… Coba ikuti langkah2 berikut: Klik salah satu Materi tsb dan tunggu… > klik Unduh Sekarang > tunggu aja detik berjalan di lingkaran sampe selesai, lalu klik Unduh file sekarang > simpan di tempat yg dikehendaki… Beres sudah… (gitu aja kok repot)…
Jangan lupa download aplikasi untuk membuka file2 Materi Kongres tsb dengan meng-klik BACA FILE DJVU – dvs31.exe > simpan di tempat yg dikehendaki > lalu klik 2 x untuk menginstall aplikasi tsb.
Kalau aplikasi ini tdk diinstall di komputer maka file2 Materi Kongres tsb tidak dapat dibaca (dibuka). Silahkan mencoba…

16 09 2010
Notaris Pedesaan

baru bergabung nih…thanks banyak bagi2nya

22 05 2010
notaris pedalaman

keren banget pak buat pengetahuan saya yg berada di pedalaman tp metropolitan..nanti akan saya print kan trus sy bawa peraturannya ke kantor BPN sini biar mereka melek n jangan bisanya matre aja hehehe, trims pak…saluuutt.. buat den bagus

23 05 2010
denbagusrasjid

Maturnuwun sanget… Horas…! yah, mudah2an melek semua…

22 05 2010
Anonim

keren banget pak buat pengetahuan saya yg berada di pedalaman tp metropolitan..nanti akan saya print kan trus sy bawa peraturannya ke kantor BPN sini biar mereka melek n jangan bisanya matre aja hehehe, trims pak…saluuutt.. buat den bagus

23 05 2010
denbagusrasjid

Maturnuwun sanget… Horas…! yah, mudah2an melek semua…